Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad |
Depok | SuaraMediaNews.com – Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama (Kemenag) terus memperkuat sinergi antarinstansi guna mempercepat proses sertifikasi tanah wakaf di seluruh Indonesia. Salah satu langkah strategis diwujudkan melalui kegiatan “Penyempurnaan Regulasi Perwakafan” yang berlangsung di Depok pada 18–20 Juni 2025.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, menegaskan pentingnya kerja sama erat antara Kemenag dan Kementerian ATR/BPN dalam menjaga aset wakaf agar tetap terlindungi secara hukum dan syariah.
“Tanah wakaf adalah bentuk ibadah sosial yang memerlukan perlindungan hukum. Kemenag bukan sekadar institusi birokratis, tetapi penjaga amanah umat agar tanah wakaf tidak disalahgunakan,” ujarnya, Minggu (6/7/2025).
Abu mengingatkan bahwa percepatan proses sertifikasi tidak boleh mengabaikan prinsip dasar perwakafan. Ia menekankan pentingnya kecepatan, ketepatan, dan keamanan dalam tata kelola wakaf.
“Wakaf bukan seperti tanah biasa. Dalam syariat, tanah wakaf adalah hak Allah. Jika dialihfungsikan untuk kepentingan nasional seperti PSN, maka tanah pengganti harus jelas dan aman secara hukum,” tambahnya.
Abu juga membuka ruang penyesuaian regulasi seperti Keputusan Menteri Agama (KMA), selama data yang dibutuhkan tersedia. Solusi seperti penunjukan nazir sementara pun tengah dipertimbangkan, dengan tetap berpegang pada prinsip fikih.
Sementara itu, Rahmat Pindarto, Penata Pertanahan Muda dari ATR/BPN, menjelaskan bahwa lembaganya telah mengambil langkah melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Salah satunya adalah opsi mencatat tanah wakaf atas nama nazir sementara ketika belum tersedia nazir tetap.
“Setelah nazir definitif ditetapkan, barulah nama pada sertifikat diubah. Ini bentuk komitmen kami untuk melindungi aset wakaf secara legal,” katanya.
Rahmat mengungkapkan bahwa ATR/BPN menargetkan 561 ribu bidang tanah wakaf dan 90 ribu rumah ibadah tersertifikasi pada 2025. Ia juga menyoroti pentingnya pemanfaatan Sistem Informasi Masjid (SIMAS) milik Kemenag dalam validasi data tanah rumah ibadah.
“Data dari SIMAS sangat membantu percepatan proses sertifikasi, terutama pada masjid dan musala yang selama ini sering terkendala dalam pendataan,” lanjut Rahmat.
Untuk keperluan Proyek Strategis Nasional (PSN), Rahmat menyebut dua jalur pengesahan tanah pengganti yang dapat digunakan: melalui Akta Pelepasan Hak (APH) via notaris atau langsung melalui kantor pertanahan. Jalur kedua dinilai lebih ringkas dan efisien secara administrasi.
Kasubdit Pengawasan dan Pengamanan Harta Benda Wakaf Kemenag, Jaja Jarkasih, menambahkan bahwa pihaknya tengah menyiapkan penyempurnaan SOP dan sistem pendampingan berbasis risiko bersama KUA dan Kanwil Kemenag, khususnya untuk mengatasi backlog tanah wakaf yang belum tersertifikasi.
“Kami tengah menyusun strategi perlindungan aset wakaf agar tidak terjerat masalah hukum di kemudian hari,” tegas Jaja.
Ia juga menekankan pentingnya kedisiplinan dalam tenggat waktu pendaftaran tanah pengganti, maksimal 10 hari pasca pelepasan hak. Pelibatan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proses ini juga dianggap krusial.
“Sering kali dokumen tanah pengganti belum lengkap karena pembayaran belum selesai. Padahal ini menyangkut amanah umat, bukan sekadar proses administratif,” tandasnya.
Forum ini merupakan bagian dari upaya Kemenag dalam mendukung pembangunan nasional, tanpa mengesampingkan nilai-nilai keagamaan dan kepercayaan publik. Melalui kerja sama strategis dengan ATR/BPN, Kemenag berkomitmen menjadikan tanah wakaf sebagai aset produktif yang membawa manfaat bagi umat dan negara.
(Kontributor : Kiki)