iklan adsterra

teks

iklan google

Iklan

terkini

Terlalu Lama Menoleh, Kisah Surya yang Terjebak di Masa Lalu

SUARA MEDIA NEWS
27/06/2025, 00:29 WIB Last Updated 2025-06-26T17:29:54Z

 

Gambar Hanya Ilustrasi


Oleh: Suara Media News

Di sudut kota kecil yang tenang di Lampung Barat, di sebuah rumah kayu yang mulai lapuk dimakan usia, tinggal seorang pria bernama Surya. Usianya telah menginjak 39 tahun, namun hatinya seolah masih tertinggal di usia 23 di masa ketika dunia terasa masih utuh, sebelum semuanya runtuh begitu saja.


Setiap pagi, Surya membuka jendela kamarnya, menatap ke arah bukit yang terbentang tak jauh dari rumahnya. Bukit itu bukan sekadar pemandangan alam. 


Disanalah kenangan terindah dan sekaligus luka terdalamnya terpatri. Tempat ia dan Desma biasa duduk berdua, menikmati senja, berbicara soal masa depan yang ingin mereka bangun bersama. 


Desma adalah cinta pertamanya, satu-satunya wanita yang membuat Surya percaya bahwa dunia bisa menjadi tempat yang hangat meski tanpa banyak harta.


Tapi ternyata Desma juga adalah luka yang tak pernah sembuh. Ia pergi, tiba-tiba. Tanpa penjelasan, tanpa alasan yang masuk akal. 


Hanya satu pesan singkat di ponselnya “Maaf, aku harus pergi." Dan setelah itu, tak ada lagi jejak. Tak ada kabar, tak ada keberadaan. Seperti hilang ditelan bumi.


Lima belas tahun berlalu, namun bagi Surya, semuanya seperti baru kemarin. Setiap tempat yang ia lewati masih menyimpan suara tawa Desma. 


Setiap lagu yang diputar di radio kadang membuatnya harus mematikan mesin dan terdiam beberapa saat. 


Ia mencoba melanjutkan hidup. Ia pernah jatuh cinta lagi atau setidaknya mencoba. Tapi semuanya gagal.


"Semua orang bilang aku harus move on," ujar Surya suatu kali kepada temannya. "Tapi bagaimana bisa kau berjalan ke depan jika bagian terbaik dari hidupmu tertinggal di belakang?"


Temannya hanya menepuk pundaknya, tahu bahwa luka seperti itu tidak sembuh hanya dengan nasihat atau waktu.


Surya mencoba mencari tahu selama bertahun-tahun. Ia mendatangi rumah lama Desma, tapi sudah kosong. Ia mencoba menghubungi teman-teman lamanya, namun semua seolah tak tahu apa-apa. 


Beberapa mengira Desma pindah ke luar pulau, ada yang bilang ia sudah menikah, bahkan ada yang menyangka ia sudah tiada. 


Namun semua itu tak pernah jelas. Dan ketidakjelasan itu menjadi racun yang perlahan menggerogoti kewarasan Surya.


Ia menyalahkan dirinya sendiri. Mungkin ia terlalu sibuk dulu. Mungkin ia tak cukup menunjukkan rasa cinta. Mungkin ada pria lain. Mungkin ia mengecewakan Desma dalam cara yang tak ia sadari.


"Mungkin" itu menjadi jerat yang menahannya di tempat. Hidupnya tidak sepenuhnya rusak, tapi juga tidak pernah benar-benar utuh.


Suatu malam, hujan turun dengan deras. Petir menyambar, dan listrik padam seketika. Surya menyalakan lilin, lalu mengambil satu kotak tua dari lemarinya. 


Di dalamnya ada benda-benda kenangan, ada foto di pantai krui, ada tiket pasar malam pertama kali mereka kepasar malam, seuntai surat cinta, dan satu buku harian lusuh milik Desma yang pernah ia simpan diam-diam setelah kepergiannya.


Ia membuka buku itu lembar demi lembar, membacanya berulang-ulang. hingga dihalaman terakhir, sebuah kertas kecil tampak terselip rapi. Tangannya bergetar saat menariknya keluar. Tinta di atasnya mulai memudar, namun masih bisa terbaca.


"Sur… Jika suatu hari kamu menemukan ini, ketahuilah bahwa aku pergi bukan karena aku tidak mencintaimu. Justru karena aku terlalu mencintaimu. Aku tidak ingin kamu ikut merasakan sakitku. Aku divonis sakit dan aku tidak kuat jika kamu harus melihat aku memburuk. Aku memilih pergi sebelum semuanya menjadi terlalu berat. Maafkan aku yang lemah ini ya Sur......."


Surya terdiam. seketika dunia terasa berhenti sesaat. semua dugaannya selama ini runtuh seketika. seluruh alasan, semua rasa bersalah yang ia tumpuk selama bertahun-tahun… ternyata tak ada satupun yang benar.


Tak terasa air matanya jatuh. Tangan Surya meremas catatan itu, lalu mendekapkannya ke dada, dan tak henti airmatanya jatuh. 


Sakit itu kembali datang namun kali ini bukan karena ditinggalkan, melainkan karena tahu bahwa Desma tidak pernah benar-benar ingin pergi, melainkan terpaksa.


Setelah malam itu, Surya berubah. Bukan menjadi seseorang yang sepenuhnya pulih, tetapi menjadi seseorang yang perlahan bisa menerima. 


Ia mulai membiarkan cahaya masuk ke hidupnya kembali. Ia mulai menyapa orang-orang, menerima ajakan kopi, dan yang paling penting, ia mulai memaafkan dirinya sendiri.


Sesekali Surya masih menatap bukit yang sama, tapi kini dengan senyum kecil, bukan luka. Ia tahu Desma mungkin sudah tiada, atau mungkin masih hidup entah di mana. 


Tapi ia juga tahu satu hal bahwa cintanya tidak sia-sia. Ia dicintai, dengan dalam dan tulus, bahkan jika cinta itu harus menghilang dalam diam.


Surya akhirnya memahami bahwa hidup bukan soal mendapatkan semua jawaban, tapi soal menemukan damai dalam ketidaktahuan. Dan yang lebih penting tentang melepaskan, tanpa harus melupakan.


Kisah Surya adalah cermin bagi banyak dari kita yang terjebak dalam masa lalu, yang hidup dengan "mungkin", dan yang mencari jawaban atas pertanyaan yang tak terjawab. 


Tapi pada akhirnya, waktu tidak bisa diulang. Yang bisa kita lakukan hanyalah berdamai. Karena terlalu lama menoleh ke belakang hanya akan membuat kita lupa, bahwa hidup kita masih terus berjalan ke depan.


Sumber : 

dari seseorang yang mengisahkan hidupnya kepada suara media news. "Surya dan Desma" bukan nama sebenarnya (jika ada kesamaan nama, maka itu hanya kebetulan saja)

Semoga kisah ini dapat menginspirasai......


 Jika ingin membagi kisahnya kepada tim kami, bisa hubungi email tim redaksi, no whatsapp....... (jika tidak ingin nama disebutkan dan akan disamarkan) 

(Tim/Redaksi)

 

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Terlalu Lama Menoleh, Kisah Surya yang Terjebak di Masa Lalu

Terkini

Topik Populer