Gambar Ilustrasi : Google |
Budaya Jawa dikenal kaya akan pitutur atau petuah bijak yang sarat nilai-nilai kehidupan. Salah satu pitutur yang sangat populer dan sarat makna adalah
"Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti."
Ungkapan ini tidak hanya indah dari sisi bunyinya, tetapi juga mengandung filosofi hidup yang dalam, relevan dari masa ke masa.
Jika di Arti Secara Harfiah adalah :
-
Sura: Berani
-
Dira: Tegas atau kuat
-
Jayaningrat: Kekuatan dunia atau kekuasaan
-
Lebur: Luluh atau hancur
-
Dening: Oleh
-
Pangastuti: Cinta kasih, kelembutan, atau kebaikan hati
Jika diterjemahkan secara lengkap, maka artinya:
“Segala bentuk keberanian dan kekuatan dunia bisa dikalahkan oleh kelembutan dan kasih sayang.”
Makna Filosofis Dari Pitutur Tersebut Adalah :
Pitutur ini mengajarkan bahwa kekuatan sejati tidak terletak pada otot, senjata, atau kekuasaan, tetapi pada kelembutan hati, kasih sayang, dan kebijaksanaan.
Dalam konteks ini, seseorang yang mampu menahan amarah, memberi maaf, dan merangkul dengan kasih memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dibandingkan mereka yang mengandalkan kekerasan.
Nilai ini selaras dengan banyak ajaran moral universal: mengalah bukan berarti kalah, dan kelembutan bukan tanda kelemahan, melainkan kekuatan tertinggi manusia.
Dipandang dari Relevansi di Era Modern Saat ini
Di zaman sekarang, pitutur ini sangat relevan dalam berbagai aspek:
-
Dalam kepemimpinan, pemimpin yang penuh kasih dan peduli pada rakyat lebih dihormati daripada yang memerintah dengan tangan besi.
-
Dalam keluarga, cinta dan kelembutan menjadi pondasi keharmonisan rumah tangga.
-
Dalam media sosial, saat konflik sering terjadi hanya karena perbedaan pendapat, pitutur ini mengingatkan kita untuk memilih jalan damai dan sabar.
Refleksi untuk Kehidupan Sehari-hari
“Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti” adalah ajakan untuk senantiasa menggunakan hati dan kepala dingin dalam menyikapi konflik. Saat emosi meluap, ingatlah bahwa kelembutan bisa memadamkan api. Dunia tak butuh lebih banyak amarah, melainkan lebih banyak welas asih.
Pitutur Jawa ini adalah warisan budaya yang tak lekang oleh waktu. Ia menjadi penanda bahwa masyarakat Jawa sejak dulu telah menjunjung tinggi etika, cinta kasih, dan kedamaian, bukan hanya dalam laku pribadi, tapi juga dalam membangun tatanan sosial.
Mari kita jaga dan amalkan nilai-nilai luhur ini dalam kehidupan sehari-hari.
(*)