Presiden Prabowo Subianto menyampaikan arahan pada Peresmian dan Pembukaan Apkasi Otonomi Expo 2025 (sumser : indonesia.go.id) |
Tangerang – SuaraMediaNews.com | Dalam Apkasi Otonomi Expo 2025 di ICE BSD, Tangerang, Presiden Prabowo Subianto kembali menggemakan seruan moral penting: perang total melawan korupsi.
Di hadapan para kepala daerah, Prabowo menegaskan bahwa pemerintahannya berkomitmen penuh membangun birokrasi yang bersih dari praktik curang.
“Bersihkan dirimu sebelum kau akan dibersihkan. Dan kau pasti akan dibersihkan,” tegas Presiden Prabowo, Kamis (28/8/2025).
Menurut Kepala Negara, pesan ini bukan sekadar peringatan biasa, tapi perintah moral dan politik yang harus ditaati seluruh pejabat negara. Ia menginginkan birokrasi yang kuat, bersih, dan setia kepada rakyat—bukan kepada kepentingan pribadi atau kelompok.
Prabowo juga menyinggung pernyataannya sebelumnya saat Sidang MPR, bahwa bahkan kader partainya tidak akan dilindungi jika terjerat korupsi. Benar saja, tak lama setelah itu, KPK menetapkan Heri Gunawan (Gerindra) dan Satori (NasDem) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia dan OJK.
KPK pun mendalami dugaan aliran dana yang melibatkan banyak anggota Komisi XI DPR periode 2019–2024.
Pengamat hukum Hardjuno Wiwoho menilai, titik rawan korupsi di DPR sering terjadi pada fit and proper test pejabat publik maupun saat proses legislasi. Menurutnya, praktik money politic di DPR bisa membuat calon pejabat harus “menyetor” agar lolos seleksi.
“Kalau ini dibiarkan, pejabat yang lolos bukan karena kualitas, tapi karena transaksi di belakang layar. Akibatnya, mereka bekerja untuk sponsor politik, bukan rakyat,” jelas Hardjuno.
Ia menegaskan, pengawasan dari KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian harus dimulai sejak proses seleksi. “Pencegahan jauh lebih murah dibanding penindakan. Kalau sudah terpilih lewat cara kotor, membongkar kasusnya akan jauh lebih sulit,” katanya.
Hardjuno juga mengingatkan bahaya besar jika undang-undang lahir dari proses politik yang penuh barter kepentingan. “UU seharusnya jadi instrumen publik, bukan alat transaksi politik,” tegasnya.
Hal senada disampaikan oleh Badiul Hadi, Pengamat Kebijakan Publik dari FITRA. Menurutnya, komitmen Presiden Prabowo Subianto harus diperkuat dengan langkah sistemik, mulai dari pengawasan ketat, regulasi transparan, hingga melibatkan masyarakat sipil dalam pengawasan.
“Sinergi antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat akan jadi kunci menciptakan pemerintahan yang benar-benar bersih dari praktik korupsi,” jelasnya.
Direktur Celios, Nailul Huda, juga menyoroti praktik tukar suara dalam fit and proper test maupun pembahasan anggaran kementerian/lembaga. “Sekarang mainnya lewat anggaran. Proses penganggaran sering jadi ajang ‘wani piro’ agar target kementerian bisa tercapai,” katanya.
Sementara itu, Pengamat Politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, mengingatkan bahwa komitmen Presiden harus diikuti langkah nyata aparat hukum.
“Kalau korupsi di DPR tidak diberantas dari akarnya, program pemerintah pasti sulit berjalan. Anggaran sudah terbatas, kalau dikorupsi, jelas menghambat pembangunan,” tegasnya.
Dengan sorotan publik yang makin tajam, pesan Prabowo Subianto soal bersih-bersih birokrasi tak bisa dianggap remeh. Jika aparat hukum serius mengawasi DPR, proses legislasi, hingga seleksi pejabat negara, maka rakyat akan melihat era baru pemerintahan yang benar-benar tegas dalam pemberantasan korupsi.
“Kalau titik rawan ini bisa dibersihkan, maka komitmen Presiden bukan hanya slogan, tapi nyata di lapangan,” pungkas Hardjuno.
(Sumber : indonesia.go.id)